Ayah Yang Kejam, Layakkah Dihormati?

Q: Pak Erwin saya mau tanya, jika dalam sebuah keluarga sosok seorang ayah berlaku sangat kejam dan segala perbuatannya terhadap anak dan istrinya tidak baik, apakah ayah tersebut harus didengar atau dihormati? Mohon penjelasannya, Pak. Terima kasih.

Ps. Erwin Mah

Jawab:

Terima kasih atas pertanyaannya. Saya akan menjawab, sekaligus memberikan pengajaran

Beberapa prinsip Alkitab berkaitan dengan relasi:

1. Relasi yang sempurna dicontohkan oleh relasi Allah Tritunggal: Allah Bapa (AB) mengasini Allah Anak (AA) dan Allah Roh Kudus (RK). AA mengasih AB & RK, Allah RK mengasihi AB & AA. 

2. Manusia diciptakan untuk mengasihi Allah dan dengan kasih Allah mengasihi sesama. Relasi antara manusia dengan manusia yang terbaik dan terindah adalah dengan mencontohi relasi antara pribadi dari Allah Tritunggal. 

3. Setiap manusia menginginkan sebuah relasi yang indah yang tentunya berbeda dalam setiap jenjang, relasi antara: orangtua-Anak, suami-istri, sesama saudara kandung, pertemanan, pemerintah-rakyat – relasi ini diajarkan oleh Kong Hu Cu. Kekristenan melihat pengajaran ini baik dan tidak bertentangan dengan prinsip Alkitab, walaupun Alkitab memberikan interpretasi sendiri yang berbeda dengan apa yang Kong Hu Cu ajarkan dan pasti jauh lebih mendalam dan lebih tajam karena Alkitab adalah Firman Tuhan. Pengetahuan Kong Hu Cu dalam teologi Reformed dikategorikan sebagai Wahyu Umum. 

4. Setelah manusia jatuh dalam dosa, relasi yang ideal terdistorsi, menyebabkan ada jarak antara yang seharusnya (ideal) dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (realita). Jarak ini semakin hari semakin lebar seiring dengan perlahan-lahan ditariknya anugrah umum hingga menuju titik kedatangan Kristus yang kedua kali. Yesus sendiri mengatakan orang yang berbuat semaunya (lawlessness) semakin banyak dan kasih semakin dingin (Matius 24:9-12). 

5. Semakin lebarnya jarak antara yang ideal dengan realita tidak menegasikan (meniadakan) kabar baik dan pengajaran Alkitab, yang seharusnya seperti apa. Itu sebabnya kita harus terus belajar Alkitab agar melalui pertolongan Roh Kudus, jarak tersebut semain diperkecil dan bahkan sama antara yang ideal dengan realita, bila “ya” katakan “ya”, bila “tidak” katakan “tidak”. 

6. Alkitab mengajarkan bahwa seorang “Ayah” seharusnya mendidik anak-anaknya dengan prinsip-prinsip firman Tuhan. Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4). Jika sebuah keluarga tidak beres, tanggung-jawab ada di pundak kepala keluarga. Namun, Alkitab juga mengatakan para istri untuk tunduk pada suamimu dan anak-anak taat pada orangtuamu. Jika setiap orang menjalankan bagiannya, maka keluarga ini akan menjadi teratur dan harmonis, relasi yang ideal.

Realitanya, banyak keluarga berantakan dan semua saling menyalahkan. Memang, puncaknya, sang “Ayah” lah yang bertanggung-jawab karena ia adalah Kepala Keluarga. 

Dalam kasus dimana sang istri yang bermasalah sedangkan suami sangat baik, kasus ini ada walau tidak sebanyak kasus sebelumnya; untuk ini perlu diskusi yang lain.

Menjawab pertanyaan Q:

Jika “sang ayah” tidak menjalankan perannya, bagaimana? 

1. Sang Ayah bersalah – Ia kepala keluarga. 

2. Kesalahan “sang Ayah” tidak serta-merta membebaskan istri dan anak-anaknya dari tuntutan kesalahan sang ayah karena mereka berbagian dalam kesalahan tersebut.

Dalam kasus pemberontakan Korah, Datam dan Abiram (Bilangan 16), Tuhan mematikan seluruh anggota keluarga ini yang berjumlah 250 orang termasuk istri dan anak-anak mereka. Apakah Tuhan juga menghukum istri dan anak-anak mereka yang tidak bersalah? Tentu tidak demikian. Ternyata istri dan anak-anak mereka juga bersalah karena setuju dengan pemikiran “sang ayah”. Dalam Bilangan 16:1-3 dikatakan mereka semua (250 orang) berkumpul dan bermufakat untuk melawan Musa. Orang-orang ini yang Tuhan matikan. Bicara tentang Tuhan yang adalah kasih, masakan Ia membunuh manusia? Ingat, Tuhan juga Tuhan yang adilbenar, dan kudus. Jangan mem-fokus ke satu karakter Tuhan dan melupakan karakter Tuhan yang lain. Bagian ini akan ada pengajaran di lain waktu. 

3. Agar tidak “menjadi bagian” dalam kesalahan “sang ayah”, beberapa hal yang harus dilakukan:

a. Mereka harus datang kepada Tuhan dan menyerahkan persoalan ini kepada-Nya di dalam doa

b. Mereka sendiri harus membaca firman agar firman Tuhan menjadi bagian dalam hidup sehari-hari, berdoa, dan bersekutu dengan orang-orang yang rohaninya baik. 

c. Harus tetap menghormati  “sang ayah” tetapi tidak harus mendengar/mentaati apa yang dikatakan, apalagi jika yang diutarakan tidak sesuai dengan firman Tuhan. 

d. Menghormati artinya engkau tidak berlaku kasar kepadanya melainkan memperlakukannya dengan selayaknya seseorang diperlakukan.

d. Jika masih sulit melakukannya, datanglah kepada Hamba Tuhan yang engkau percayai untuk mendiskusikan dan mendapatkan bimbingannya.

Siapa tahu, Tuhan memberikan anugrah-Nya sehingga suatu saat, “sang ayah” akan berubah, menyesal dan bertobat, walaupun seringkali merupakan penantian yang sangat lama. Jika “sang ayah” ternyata tidak berubah sampai ia meninggal, engkau sudah melakukan bagianmu dan engkau tidak berbagian dalam kesalahannya. Tuhan tidak akan memandang engkau bersalah dalam hal ini.

Saya tidak mengatakan ini pergumulan yang mudah, malah sebaliknya pergumulan yang sangat berat dan penuh air mata.. Tuhan tolong!

Keterangan:

Q adalah salah seorang jemaat di sebuah gereja lokal di Jakarta.