Bolehkah Tetap Tinggal Bersama Orangtua Setelah Menikah?

Q: Selamat malam Pak Erwin, boleh saya bertanya: Berdasarkan Kejadian 2:24; Apakah ada larangan untuk suatu keluarga inti (ayah, ibu & anak-anaknya) – karena suatu hal tertentu tinggal serumah (bersama) dengan orangtua salah satu pihak sedangkan di antara mereka tidak ada masalah atau konflik baik antara mantu/anak dengan orangtua tsb, dan bahkan (tanpa mengurangi kemandirian dalam keluarga inti) setelah tinggal lama serumah hubungan mereka jadi erat satu dengan lainnya serta dapat bertumbuh bersama dalam Firman Tuhan.

Ps. Erwin Mah:

Jawab:

Dalam prinsip dan ordo relasi dalam keluarga, Alkitab menetapkan dalam 10 Hukum Taurat, Hukum kelima:

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu (Keluaran 20:12).

Artinya: 

1. Orangtua mempunyai otoritasatas anak-anak mereka 

2. Anak-anak juga harus menghormati orangtua mereka   

Penghormatan kepada orangtua berlaku bukan hanya ketika anak-anak masih kecil melainkan seumur hidup mereka.

Yang dimaksud dengan menghormati orangtua adalah (dalam bahasa sederhana) mendengar perkataan mereka dengan hatimu dan sebisa mungkin mentaati dan melakukan apa yang menjadi keinginan mereka. Bukan berarti harus setuju dengan semua perkataan orangtua, berbeda pendapat bukan berarti melawan. Juga membantu, menjaga dan memelihara orangtua ketika mereka membutuhkan bantuan, khususnya ketika mereka sudah berusia lanjut. 

Namun, otoritas orangtua terhadap anak “berhenti” ketika anak-anak telah menikah.

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24).

Yang dimaksud dengan otoritas orangtua adalah (dalam bahasa sederhana) engkau mendengar, menghormati, dan mematuhi apa yang mereka katakan dan tetapkan. Jika apa yang dikatakan dan perintahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip Alkitab, maka engkau harus bergumul di hadapan Tuhan. Saya tidak katakan engkau melawan melainkan engkau gumulkan di hadapan Tuhan. 

Mengenai apa saja prinsip-prinsip Alkitab, engkau harus baca Alkitab itu sendiri. Khotbah adalah penjelasan dan penjabaran isi dan pengajaran Alkitab, tetapi engkau harus membaca Alkitab itu sendiri secara konsisten dan teratur, mulai dari Kitab Kejadian sampai Wahyu. Khotbah dan pembelajaran Alkitab tetap tidak bisa menggantikan posisi pentingnya membaca Alkitab itu sendiri karena Alkitab adalah firman Tuhan, sedangkan khotbah dan pengajaran adalah “interpretasi” terhadap Alkitab; yang benar akan membuat Alkitab semakin dimengerti, yang sesat/salah akan membuat pikiran dan mentalmu jadi kacau dan melawan Tuhan, harus dikiritisi dan ditinggalkan. 

Menjawab pertanyaanmu:

1. Apakah ada larangan untuk suatu keluarga inti (ayah, ibu & anak-anaknya) untuk tinggal serumah?

Ps. Erwin Mah

Jawab:

Tidak ada larangan demikian. 

Alkitab tidak bermaksud memisahkan orangtua dan anak secara fisik, melainkan secara otoritas. Artinya, setelah menikah orangtua tidak lagi berhak mengatur kehidupan/keluarga sang anak lagi karena yang berhak/berotoritas dan bertanggung jawab atas “baru” keluarga tersebut adalah sang suami, yang didampingi/ditolong oleh sang istri.

Namun, penghormatan kepada orangtua tetap harus ada.

2. Setelah tinggal bareng orangtua, tidak mengalami konflik, tidak ada masalah atau konflik baik antara mantu/anak dengan orangtua, dan bahkan (tanpa mengurangi kemandirian dalam keluarga inti) setelah tinggal lama serumah hubungan mereka jadi erat satu dengan lainnya serta dapat bertumbuh bersama dalam Firman Tuhan.

Ps. Erwin Mah

Jawab:

Jika memang demikian, ini baik sekali. Anak tinggal serumah dengan orangtua sama sekali tidak melanggar prinsip-prinsip Alkitab. Artinya, orangtua tahu persis bagian mereka dan tidak mencampuri urusan keluarga anak-anaknya yang sudah menikah, khususnya ketika sedang mengambil keputusan untuk keluarganya sendiri. 

Realita dalam banyak keluarga yang tinggal bareng dengan orangtua: 

1. Orangtua merasa berhak atas hidup anak-anaknya karena menganggap anak adalah anak yang tetap harus manut kepada orangtua walau telah menikah dan bahkan mengharuskan sang mantu untuk manut kepadanya. Ini kesulitan dan kesusahan yang besar, khususnya kepada menantu karena ia bukanlah anak, dan juga anak karena sekarang ia harus memilih untuk mendengar keluhan orangtua atau pasangannya.

2. Khususnya jika keluarga inti tersebut secara keuangan masih perlu dibantu orangtua dan mereka tinggal di rumah orangtua, orangtua akan terus merasa berhak mengatur mereka karena itu rumah mereka dengan “segala peraturan” yang telah mereka bangun: 

– Pulang tidak boleh lebih dari jam 10 malam

– Gelas minum harus ditaruh di dapur, bukan di meja

– Sepatu harus taruh di luar rumah, tidak boleh bawa masuk ke rumah

– Bangun tidur harus mengepel dulu, dll

Hal-hal yang kecil-kecil tetapi banyak sekali membuat anak, khususnya menantu merasa mereka hanya “menumpang” dan bukan bagian dari anggota keluarga tersebut.

Belum lagi urusan mengenai anak-anak dan sebagainya. 

Jika demikian, sebaiknya anak-anak yang telah menikah mereka tinggal di rumah sendiri. Jika belum mampu beli, ya sewa dulu.

Prinsipnya: 

Punya rumah – tinggal di rumah, tidak punya rumah sendiri tetap saja tinggal di rumah. 

Jika Tuhan izinkan untuk beli rumah sendiri, suatu saat engkau pasti akan memilikinya, entah itu besar dan mewah atau sederhana. 

Jangan terlalu kuatir dan merasa mesti punya ini dan itu. Toh hidup di dunia cuma 70-80 tahun, setelah itu menghadap sang pencipta, kembali kepada Kristus yang mengasihimu. Apa yang telah engkau kumpulkan di dunia tidak akan engkau bawa ke sorga, kecuali perbuatan kasih, kebaikan, dan buah pelayananmu yang didasarkan pada mengasihi Tuhan dan sesama. 

Jangan takut susah. Yang perlu ditakutkan adalah jika Tuhan tidak lagi menyertaimu karena sejak itu engkau bergantung hanya kepada dirimu sendiri dan ketika engkau gagal, engkau akan sulit untuk bangun kembali. 

Untuk orangtua:

Jika engkau yang membaca tulisan ini adalah orangtua dan anak-anakmu yang telah menikah:

– Jika atas keputusan bersama yang didasarkan pada kerelaan anak-anakmu tinggal bersamamu dan kehidupan berjalan harmonis: anak-anakmu berbahagia dan engkau adalah orangtua yang berbahagia. 

– Jika anak-anak “terpaksa” harus tinggal bersama karena alasan keuangan, jarak tempat kerja, atau hal lainnya padahal mereka ingin punya tempat tinggal sendiri, harap ingat hal ini: jangan menyusahkan mereka dengan segala aturan rumah yang telah engkau tetapkan.

– Jika engkau melihat ada hal yang kurang berkenan dalam kehidupan rumah tangga anak-anakmu, sampaikan kepada mereka dalam bentuk perhatian (concern) dan saran, bukan perintah dan keharusan. Ingat, prinsip Alkitab  menegaskan bahwa mereka telah mandiri dan tidak lagi berada di bawah otoritasmu.

– Jika anak-anak ingin “pindah” dan punya rumah sendiri, ini adalah keinginan yang baik agar mereka punya kesempatan untuk belajar dan menjadi tuan rumah atas rumah mereka sendiri. Beri kesempatan dan dorong mereka untuk melakukannya. 

Untuk anak:

– Jika atas keputusan bersama yang didasarkan pada kerelaan engkau dan keluargamu tinggal bersama orangtuamu dan kehidupan berjalan harmonis: baik sekali. Orangtuamu akan senang sekali. Tetaplah hormati orangtuamu dan minta/ajarkan pasanganmu dan anak-anakmu untuk tetap menghormati dan memperhatikan orangtuamu dengan kasih sayang. Itu adalah kesempatanmu untuk melayani mereka yang telah membesarkan dan mendidikmu. 

– Jika engkau tinggal di rumah orangtuamu, jangan hanya makan dan tidur tanpa membantu mengurusi rumah agar tetap nyaman. Ingat, itu rumah orangtuamu, bukan rumahmu. Tahu diri! Ingatkan juga pasanganmu. Jangan sampai orangtua kesal melihat sikap dan tingkah lakumu yang mirip “boss besar” yang hanya mau dilayani dan terima beres. 

– Ikutlah menjaga dan membereskan rumah agar semua yang tinggal di dalamnya nyaman. Prinsip “rumahku adalah istanaku” baik untuk diterapkan. Tidak ada yang mau istananya kotor, amburadul dan tidak terawat. 

– Umumnya orangtua semakin lama semakin “rewel”. Tetap bersabar sebagaimana mereka juga telah bersabar kepadamu ketika engkau masih kecil dan masa-masa pemberontakan di usiamu yang remaja. 

Perhatikan juga hal-hal ini:

– Hati-hati dengan perkataanmu. Perkataan yang kasar dan menusuk dapat “membunuh” dan mematikan sukacita dan semangat hidup mereka. Ingat, suatu saat engkau juga akan menjadi tua dan bagaimana engkau sikapmu terhadap orangtuamu, anak-anakmu melihat dan akan memperlakukan engkau sama seperti engkau memperlakukan orangtuamu.

– Jika engkau merasa orangtuamu sudah tua dan tidak lagi mampu untuk mengurus dirinya sendiri, ajaklah mereka untuk tinggal bersamamu, atau engkau tinggal bersama mereka agar engkau dan keluargamu dapat merawat mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan orangtua selain melihat anak-anak dan cucu-cucu mereka menghormati, menyayangi dan merawat mereka ketika sudah tua dan membutuhkan pertolongan. 

Demikian.  

Keterangan

Q adalah seorang bapak yang menetap di Australia bersama keluarganya.