Q: Selamat Pagi Pak. Jika dalam kondisi orangtua kita Kristen, saudara-saudara dari orangtua yang masih beragama Buddha ingin melakukan upacara atau doa agamanya, apakah sebagai orang Kristen kita izinkan atau tidak, jika tidak, konsekuensinya, ikatan keluarga akan menjadi rusak dan terpecah belah. Bagaimana caranya supaya kita bisa mengatasi persoalan ini dengan hikmat dari Tuhan?
Adik saya dari gereja X melarang dengan keras, begitu juga pendetanya sehingga sempat ada keributan keluarga. Pendetanya mengatakan, itu kalau kita terima berarti kita rela orangtua kita dipakai kuasa gelap, dan pendetanya menengking dalam nama Tuhan Yesus
Kalau saya berprinsip, biar dia melakukan kewajibannya karena tanda dia punya niat baik. Kita menghargai walaupun kita tidak percaya. Kita percaya bahwa orangtua kita itu milik Kristus. Walaupun pemakaman dilakukan menurut ritual pemakaman Buddha tetap tidak bisa mengambil/menghilangkan imannya kepada Kristus.
Ini semua sudah terjadi, kakak saya dari Katolik mengizinkan upacara itu. Cuma adik saya yang Protestan belum bisa terima. ada penyesalan dalam hatinya. Bagaimana saya menjelaskan ke adik saya, karena penyesalan itu akan dibawanya seumur hidup?
Ps. Erwin Mah
Jawab:
Bu Q, terima kasih untuk pertanyaannya.
1. Setiap kepercayaan harus dihormati, termasuk tata caranya (asalkan tidak melanggar hukum negara): Hindu, Buddha, Islam, Kristen: Protestan-Katolik, Kong Hu Cu, dsbnya. Dalam pandangan Alkitab, kita melihatnya sebagai usaha manusia mencari Tuhan. Orang yang jujur dan sungguh-sungguh mencari Tuhan, asalkan tidak menjahati orang lain, harus dihargai, apapun agamanya. Sifat manusiawi jauh lebih baik dari sikap membenarkan diri yang egois. Yang harus diwaspadai adalah orang-orang yang munafik, memperalat agama demi memuaskan keinginan ego/golongannya; sangat tidak etis, termasuk dari Kristen sekalipun.
2. Sebagai anak-anak Tuhan, kita percaya perkataan Alkitab: Keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus (Yohanes 14:6). Di luar dari Kristus (Mesias), tidak ada keselamatan; dan kondisi menerima Kristus dan diselamatakan hanya berlaku saat seseorang masih hidup, saat roh masih ada dalam tubuhnya (manusia terdiri dari roh dan tubuh; saat masih hidup di dunia, keduanya tidak bisa dipisahkan). Ketika seseorang sudah meninggal, keselamatan tidak lagi tersedia bagi orang tersebut. Sebaliknya, ketika masih hidup ia sudah diselamatkan, saat meninggal jasadnya tidak lagi mewakili dirinya. Dari debu ia diciptakan, ia akan kembali menjadi debu (Kejadian 3:19). Sebagai yang hidup, ketika melihat jasad orang yang kita kasihi, kita mengenangnya sebagai “wadah” dari kekasih yang pernah pernah memakai tubuh ini. Sedangkan rohnya sudah bersama dengan Bapa di Sorga. Ada yang ketika meninggal jasadnya masih utuh, terpecah karena ledakan atau dimakan binatang, terbakar (kremasi) atau bahkan menjadi menguap, prinsipnya: debu kembali menjadi debu. Rohlah yang yang memberi hidup dan tubuh pada saat itu sama sekali tidak berguna (Yohanes 6:63).
3. Dalam prosesi ibadah pemakaman Kekristenan, saat itu adalah saat mengenang yang sudah meninggal, tetapi fokusnya bukan orang yang sudah meninggal melainkan pada yang masih hidup: kita mengingat memori/kenangan yang manis dari almarhum dan melupakan hal-hal yang menyakitkan dari orang yang sudah meninggal; toh kita sendiri juga ingin dikenang yang baik juga. Kita ingin adanya ibadah/upacara yang layak sebagai “acara perpisahan” yang indah untuk dikenang. Sekali lagi, fokus upacara pemakaman adalah tertuju pada orang yang hidup: anggota keluarga maupun sahabat dan masyarakat.
4. Ketika upacara diambil alih/diserahkan kepada mereka yang bukan Kristen, setiap agama punya ritualnya sendiri, selama masih dalam batas-batas “normal” sesuai tradisi yang berlaku, kita hormati. Saat yang sama kita tidak perlu kuatir tentang iman keselamatan yang sudah meninggal karena ia sudah bersama dengan Bapa di Sorga. Jika ada pemikiran: dipakai setan atau kuasa gelap, menurut saya pemikiran ini berlebihan. Setan bisa pakai apa saja, bahkan menyaru sebagai malaikat terang (2 Korintus 11:14). Yang lebih menakutkan bukanlah roh/setan yang tidak kelihatan tetapi orang yang pemikiran dan tingkah lakunya sudah seperti setan.
Kesimpulan dan saran saya:
Tidak perlu kuatir dengan keselamatan orang yang kita kasihi ketika sudah meninggal. Ibadah pemakanan hanya untuk yang hidup. Kuasa Kristus jauh lebih besar dari kuasa gelap manapun. Jika memungkinkan, orang Kristen dikuburkan dengan cara Kristen. Jika tidak memungkinkan dan cenderung menimbulkan perpecahan keluarga yang tidak terelakkan, tidak apa-apa. Biarkan mereka yang menghormati yang meninggal menggunakan ritual kepercayaannya menguburkannya, dan kita hormati ritual penghormatan mereka tanpa harus merasa bersalah dalam hatimu. Dengan demikian, kita masih bisa hidup berdamai dengan anggota keluarga yang belum percaya Kristus dengan harapan dan doa, suatu saat, hati mereka boleh tergerak menyadari bahwa manusia berdosa dan hanya Kristuslah satu-satunya Juruselamat, pengharapan manusia.
Demikan, Bu Q.
Keterangan:
Q adalah salah seorang jemaat di sebuah gereja lokal di Jakarta.