Q: Pak Erwin, apa perbedaan antara keheranan yang terjadi antara Maria dan Zacharia? Karena Zacharia berakibat dia menjadi bisu dan Maria tidak. Padahal Maria juga meragukan kata-kata malaikat dengan berkata: “Bagaimana mungkin….”. Juga, bagaimana dengan peristiwa di Kejadian 18 dimana Sarah juga tidak percaya akan perkataan Tuhan. Terima kasih Laoshie.
Erwin Mah:
Jawab:
Menjawab pertanyaan di atas, seorang pengkhotbah berkata, ketika seseorang bertanya, paling tidak ada dua hal yang mendasari pertanyaannya:
1. Ia tidak benar-benar ingin tahu, tetapi mempertanyakan berita/informasi yang ia dengar
Orang-orang seperti ini umumnya adalah orang-orang yang merasa sudah tahu banyak, tidak percaya akan sesuatu yang ia dengar dan mempertanyakannya. Juga, ada orang yang senang debat, ia bertanya supaya bisa menyalurkan kesenangannya: berdebat, jadi bukan bertanya untuk cari tahu.
Dalam keseharian, bertemu dengan orang demikian rasanya malas ngomong/menjelaskan lama-lama karena ujung-ujungnya hanya seperti “ngomong sama tembok”, habis waktu dan bikin mulut kering. Walaupun informasi/berita yang mau disampaikan baik buat yang mendengar tetapi ia tidak siap menerimanya.
2. Ia tidak mengerti dan ingin mengerti
Orang tersebut benar-benar tidak mengerti tentang hal yang ia dengar dan bertanya karena ingin mengerti. Setelah diberi pengertian oleh seseorang yang ia rasa dapat dipercaya berkata benar, ia akan merespon dengan ungkapan penerimaan, misalnya: O ternyata begitu (dan sejenisnya).
Dari dua hal di atas, mari kita lihat apa yang dikatakan oleh Zacharia dan Maria atas berita yang “tidak masuk akal” yang disampaikan malaikat yang sama, Gabriel.
Lukas 1:13-20 (Zakharia)
Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: ”Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes…Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: ”Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.”Jawab malaikat itu kepadanya: ”Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.”
Pertanyaan Zakharia termasuk dalam kategori pertama, ia mempertanyakan perkataan Malaikat Gabriel.
Penjelasan:
Dalam bacaan ini Alkitab menulikan perkataan Zakharia: ”Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.”
Dari pertanyaan ini tidak terlihat adanya sikap tidak percaya. Tetapi dari mulut malaikat Gabriel sendiri menjelaskan bahwa Zakharia tidak percaya perkataannya.
Ada beberapa hal yang “mungkin” terlihat saat itu tetapi tidak tercatat dalam Alkitab:
1) Ekspresi sikap
Penulis Injil Lukas tidak menjelaskan secara detail response Zakharia. Sangat mungkin dikarenakan tidak umum dilakukan. Mungkin juga karena penulis berpikir fokus Injil Lukas adalah Kristus, bukan Yohanes Pembaptis atau Zakharia
2) Informasinya yang terbatas
Ketika Zakharia ditemui Malaikat Gabriel, ia berada dalam ruang maha kudus. Hanya ada dia dan sang malaikat. Jadi, cerita ini ketika diceritakan kembali oleh Zakharia dan orang-orang yang mendengar cerita tersebut langsung dari Zakharia ataupun dari orang lain. Suasana pasti berbeda jika orang yang menceritakan kembali ada di sana dan melihat langsung ekspresi sikap Zakharia dan apa lagi yang mereka bicarakan selain dari informasi yang penulis berikan.
Mungkin juga pembicaraan mereka lebih panjang dari apa yang dituliskan tetapi kemudian disimpulkan dalam beberapa kalimat saja yang mengisyaratkan Zakharia tidak percaya karena “logikanya” seorang perempuan yang sudah mati haid alaminya tidak mungkin lagi mempunyai anak.
Mungkinkah hal tersebut terjadi dan pernah terjadi?
Mungkin dan pernah, yaitu saat Sarah yang sudah mati haid melahirkan Ishak, bapa leluhurnya. Zakharia pasti sangat fasih dengan cerita Sarah tersebut.
Namun, perkataan Malaikat Gabriel cukup memberikan pembaca kesimpulannya: engkau tidak percaya akan perkataanku.
Selanjutnya, mari lihat konteks Maria.
Lukas 1:28-38 (Maria)
Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terKejadianut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: ”Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus…Kata Maria kepada malaikat itu: ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”…Kata Maria: ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Pertanyaan Maria termasuk dalam kategori 2, Ia tidak mengerti dan ingin mengerti
Penjelasan:
Maria saat ditemui Malaikat Gabriel, ia mungkin berumur 14-15 tahun, seorang anak gadis yang sudah siap menikah dan telah mendengar pengetahuan umum dari teman-temannya atau orangtuanya tentang bagaimana seorang perempuan bisa mengandung, bagaimana anak bisa lahir dan sebagainya. Namun ia tidak mengerti sama sekali karena ia masih seorang gadis yang belum pernah mengenal laki-laki.
Ketika Malaikat Gabriel menyatakan berita mengagetkan dan tidak masuk akal ini, seorang anak perawan secara alami mengandung tanpa keinginan seorang laki-laki, jawaban Maria menjelaskan ekspresi sikapnya: Ia dengan iman dan kerendahan hati menerima walaupun ia tahu resiko mengandung sangat besar:
– Ia bisa diceraikan dan dipermalukan tunangannya, dan memang hampir terjadi jikalau bukan campur tangan Tuhan memberikan mimpi kepada Yusuf
– Ia bisa dihukum mati atau dikucilkan masyarakat Yahudi.
Sama seperti Zakharia, Maria juga tentu sudah mendengar cerita tentang Sarah yang mandul dan melahirkan Ishak dan ia ingin merespon dengan tepat.
Jawaban Maria menyatakan iman dan kerendahan hatinya:
Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu
Jadi, respon dari Zakharia dan Maria terhadap berita “tidak masuk akal” malaikat Gabriel sangatlah berbeda naturnya. Bahkan sebenarnya jawaban mereka sendiri sudah berbeda:
Zakharia: “Bagaimanakah aku tahu”, bahwa hal ini akan terjadi – merujuk kepada dirinya yang tidak mengerti
Maria: “Bagaimana hal itu” mungkin terjadi – merujuk kepada apa yang dikatakan.
Zakharia bertanya menuntut untuk logikanya dipuaskan,
sedangkan
Maria bertanya karena ingin merespon dengan benar sesuai takaran imannya.
Itu sebabnya reaksi dari Malaikat Gabriel juga berbeda atas pertanyaan kedua tokoh di atas yang sekilas terlihat sama tetapi sesungguhnya naturnya sangat berbeda.
Refleksi:
Rencana Tuhan pasti akan terjadi. Namun, reaksimu terhadap rencana Tuhan, dampaknya akan berbalik kembali kepadamu. Jika engkau merespon benar seperti Maria, engkau akan diberkati. Jika responmu “ngaco dan ngeyel”, rencana Tuhan tetap akan berjalan, dan engkau akan dihukum Tuhan.
Untuk Sara (Kejadian 18), situasinya berbeda lagi. Mari kita lihat.
Kejadian 18:10-15 (Sara)
Dan firman-Nya: ”Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya…Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: ”Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Abraham: ”Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?…Lalu Sara menyangkal, katanya: ”Aku tidak tertawa,” sebab ia takut; tetapi Tuhan berfirman: ”Tidak, memang engkau tertawa!”
Penjelasan
Abraham dan Sara berbeda usia 10 tahun. Ketika Tuhan menampakkan diri kepada Abraham, ia sudah berusia 75 tahun dan Sarah 65 tahun. Secara natur alami ia sudah mati haid dan tidak mungkin mengandung lagi.
Ketika Malaikat Gabriel menyatakan bahwa ia akan melahirkan anak tahun depan, Sarah kaget dengan berita tersebut dan ia tidak tahu bagaimana harus berespon. Alkitab katakan Sarah tertawa (geli) dalam hatinya dan berkata (bahasa gaul): gue udah layu begini masih bisa? Suami udah tua masih bisa?
Ketika Tuhan tegur, Sara ketakutan karena ketahuan (padahal dia hanya tertawa dalam hati) dan menyangkal. Sarah bilang: aku nggak tertawa. Tuhan katakan: nggak, kamu ketawa.
Ini seperti ngomong sama anak kecil yang bohongnya ketahuan, ketika dikonfrontasi malah jadi ketakutan dan menyangkal.
Apakah Sarah tidak percaya seperti Zakharia? Tidak. Ia bukan tidak percaya melainkan ia tidak mengerti sama sekali dan tertawa karena terdengar lucu baginya. Tetapi ia sangat menghormati dan beriman kepada Tuhan. Itu sebabnya Tuhan tidak marah kepadanya.
Sarah sangat taat kepada Abraham dan menyebutnya tuannya (1 Petrus 3:6); dan Abraham sangat beriman kepada Tuhan. Jadi, otomatis iman Abraham juga melekat kepada Sarah.
Sarah sendiri juga beriman kepada Tuhan (dalam kaitan melahirkan anak ketika ia telah mati haid) dan penulis Ibrani memasukkannya sebagai salah satu tokoh leluhur yang beriman (Ibrani 11:11)
Ketika ia akhirnya ia melahirkan, ia berkata:
Berkatalah Sara: ”Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku.” (Kejadian 21:6)
Jadi, situasi Sarah berbeda dengan situasi Zakharia maupun Maria. Respon masing-masing berbeda dan reaksi Tuhan terhadap ketiga orang tersebut juga berbeda. Setiap kasus adalah kasus khusus. Demikian juga setiap kita akan ditangani Tuhan sebagai kasus khusus. Apa yang terjadi denganmu akan berbeda dengan orang lain dan walaupun ada pola cara kerja Tuhan yang kita bisa kenali, namun secara umum reaksi Tuhan berbeda terhadap setiap orang karena setiap orang unik di mata Tuhan.
Demikian.
Ps. Erwin Mah
Jakarta, 9 Januari 2021
Keterangan:
Q adalah salah seorang jemaat sebuah gereja lokal di Jakarta.