Q: Pak Erwin, izin bertanya, yang dimaksud mengakui dosa di hadapan Tuhan itu teknisnya bagaimana ya? Apakah berbeda dengan ketika kita berdoa mengaku dosa sebagaimana biasa baik di gereja maupun di luar gereja? Agak kepikiran, kalau tidak di hadapan Tuhan, apakah memang ada pihak lain, misalnya jemaat atau hakim mungkin? Maaf pertanyaan agak sederhana…
Ps. Erwin Mah:
Mengakui dosa di hadapan Tuhan artinya ada KESADARAN bahwa engkau telah melakukan dosa kepada Tuhan. Kesadaran ini muncul karena Roh Kudus membangunkan hati nuranimu dan hati nuranimu yang MENEGUR dan menyatakan bahwa engkau telah berdosa di hadapan Allah yang Kudus.
Sedangkan pengakuan dosa di gereja, jika itu bersifat ritual, ini ritual yang baik jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bahayanya adalah jika dilakukan tanpa hati yang tergerak dan bertobat maka akan menjadi ritual yang kosong.
Pengakuan dosa di luar gereja? Saya tidak tahu apakah ini mengarah kepada hal spiritual atau “ketanggap basah” melakukan tindakan yang melanggar hukum negara. Dalam bahasa mandarin, kata bersalah (melakukan kejahatan) dan berdosa (kepada Tuhan) keduanya memakai kata yang persis sama “fan cue”.
Agak kepikiran, kalau tidak di hadapan Tuhan, apakah memang ada pihak lain, misalnya jemaat atau hakim mungkin? – boleh dijelaskan, Pak. Maksudnya apa?
Q: Terima kasih penjelasannya Pak Erwin. Yang saya maksudkan dengan pengakuan dosa tidak dihadapan Tuhan adalah apakah seseorang perlu mengakui dosa:
- Kepada orang lain (jemaat/manusia/masyarakat lain yang dirugikan). Tentunya bukan dalam hal kesaksian ya pak, tetapi lebih kepada melengkapi pengakuan kepada Tuhan.
- Kepada hakim/pengadilan, dalam konteks hukum positif/bernegara.
Mohon pencerahan ya pak..
Persis seperti yang Pak Erwin duga arahnya..
Ps. Erwin Mah:
Prinsipnya:
- Dosa jangan diumbar ke publik karena sangat mudah dijadikan “umpan” oleh iblis dan orang-orang jahat untuk serang balik, atau jadi bahan gosip yang sudah pasti akan menjatuhkan baik orang tersebut maupun orang-orang di sekelilingnya.
- Jika Roh Kudus gerakkan kita untuk minta maaf kepada orang yang kepadanya kita bersalah, berdoa dan taati serta lakukan dengan bijaksana (memperhatikan kondisi dan situasi yang tepat).
- Cari Hamba Tuhan (orang yang rohaninya dewasa) untuk diskusikan hal tersebut. Tuhan akan memberikan hikmat kepada mereka untuk memberikan jalan keluar.
- Jangan terus berkutat kepada dosa masa lalu. Harus “move-on” dengan sikap dan mentalitas “ingin menjadi seperti Kristus”
- Dalam kasus hukum bernegara, pemerintah yang berkuasa diberi “wewenang” oleh Tuhan untuk menangani dan menekan kejahatan (Roma 13). Sebisa mungkin mentaati hukum negara. Jika hukum negara bertentangan dengan hukum Tuhan, tentunya Alkitab adalah panduan hidup utama orang percaya.
Q: Terima kasih Pak Erwin, sangat jelas sekali…
Q-2: Pak Erwin, mengenai “jangan umbar dosa ke publik” bisa dijelaskan?
Jadi misalnya kalau kita ada salah tidak selalu harus minta maaf secara terbuka ke orang bersangkutan ya? Saya selama ini berpikir harus terbuka total. Mohon pencerahannya.
Ps. Erwin Mah:
Kalau engkau bersalah kepada seseorang, Roh Kudus akan mendesakmu untuk mengakuinya. Jika Roh Kudus juga mendesakmu untuk meminta maaf kepada orang yang kepadanya engkau bersalah, jika tidak engkau lakukan, engkau akan sangat resah. Maka untuk “mendamaikan” hati nurani, engkau mentaati Roh Kudus untuk minta maaf. Ini baik sekali. Tetapi perlu bijaksana untuk memperhatikan situasi dan kondisi yang tepat, misalnya tunggu sampai kemarahan reda dulu, atau tunggu sampai situasi yang tepat untuk disampaikan, entah itu secara pribadi atau bawa teman/keluarga sebagai saksi engkau menyesali kesalahanmu. Untuk bagian ini, clear (saya harap).
Yang saya maksud dengan “jangan mengumbar dosa ke publik” maksudnya jangan membeberkan dosamu kepada orang yang tidak berkepentingan atau tidak ada urusan dengan kesalahanmu karena engkau tidak tahu siapa mereka yang mendengar ceritamu. Jika itu orang yang iseng, tukang gosip, atau orang jahat, apa yang engkau katakan bisa jadi dipakai untuk menyerangmu kembali.
Demikian.
Ps. Erwin Mah:
Prinsip: Tulus seperti merpati, cerdik seperti ular sangat aplikatif dalam situasi seperti ini.
Q-2: Jadi kalau mau minta maaf melihat situasi orang yang kepadanya kita bersalah dan bukan buru-buru minta maaf ya?
Soalnya kadang-kadang dilematis. Atau ada kasus di mana orang itu bahkan tidak sadar kita salah, kitanya yang sadar. Itu juga bagaimana ya? Saya tahu memang tidak ada aturan bakunya tapi artinya tidak melulu harus terbuka 100%?
Ps. Erwin Mah:
Kalau ada api, jangan dekatkan ke bensin, meledak. Kalau orang lagi emosi, jangan lakukan sesuatu yang membuat emosinya jadi meledak. Tulus minta maaf itu penting, tetapi kalau waktunya tidak tepat hasilnya bukan damai, tapi jadi ramai.
Kalau orang tersebut tidak sadar, engkau menyadarinya dan meminta maaf, itu sesuatu yang baik sekali. Artinya, jangan sampai ketangkap basah baru menyesal. Ini menyesalnya karena ketangkap. Kalau tidak ketangkap malah terus melakukan kesalahan.
Kalau engkau yang melakukan kesalahan tanpa engkau sadari, ketika ditegur ya engkau minta maaf. Kalau diomelin ya terima saja. Kan kamu yang salah (sadar atau tidak).
Tapi sekali lagi perlu bijaksana. Kalau tidak tahu apa yang harus dilakukan, diskusi dengan Hamba Tuhan atau orang yang lebih dewasa rohani.
Dalam aplikasinya tidak semudah yang ditulis karena kalau orang sudah marah, garuk kepala yang gatal juga bisa dianggap menghina. Kalau sudah begitu, kita semuanya bergumul, termasuk saya. Tuhan tolong.
Q-2: Ooo benar juga. Makasih Pak. Memang gak mudah ya.
Keterangan:
Q adalah seorang profesional lulusan S2 di salah salah universitas di Inggris
Q-2 adalah jemaat di sebuah gereja di Jakarta